Bank Indonesia (BI) Kalimantan Selatan mencatat mayoritas pendanaan perusahaan tambang di Kalimantan berasal dari utang luar negeri. Jumlahnya mencapai Rp30,02 triliun atau 53 persen dari total pendanaan mencapai Rp56,6 triliun ada April 2021.
"Dari sisi pendanaan, perusahaan tambang di Kalimantan mayoritas didanai oleh utang luar negeri sebesar 53 persen," ucap Kepala Kantor Perwakilan BI Kalsel Amanlison Sembiring di acara diskusi Pemanfaatan Hilirisasi Batu Bara untuk Pemulihan Ekonomi, Rabu (1/9).
Sementara sisanya senilai Rp26,58 triliun atau 47 persen berasal dari pendanaan perbankan. Dari aliran kredit bank ini, ia mencatat tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) sebesar 2,9 persen.
"Ini relatif aman, jauh di bawah batas 5 persen. Peningkatan penyaluran dan kualitas kredit ini sejalan dengan perbaikan harga batu bara global," katanya.
Kendati aliran dana ke sektor ini cukup besar, ia menilai dampak pengembangan industri tambang di Kalimantan sejatinya tidak berkelanjutan jika tidak diiringi dengan hilirisasi. Selain itu, perkembangan industri dan kenaikan harga komoditas tambang juga tidak memberi dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat sekitar.
"Hasil survei kami, perubahan harga batu bara tidak memberi dampak perubahan inflasi Kalimantan yang mengindikasikan tidak ada geliat peningkatan ekonomi masyarakat saat harga batu bara naik," jelasnya.
Untuk itu, menurutnya, perlu ada kebijakan dan langkah hilirisasi batu bara di Kalimantan. Pasalnya, hilirisasi batu bara memberikan nilai tambah, misalnya ketika diubah menjadi DME dan methanol.
Hasil kajian BI Kalsel menemukan bahwa pengubahan batu bara menjadi DME akan menekan defisit impor LPG nasional dan memberi nilai tambah delapan kali lipat dibandingkan dengan menjual batu bara mentah. Sementara, nilai tambah dari pengubahan batu bara menjadi methanol bisa mencapai enam kali lipat.
"Ini sekaligus menjadi jawaban dari pengurangan impor," imbuhnya.
Asisten Gubernur sekaligus Kepala Departemen Regional BI Dwi Pranoto menambahkan manfaat hilirisasi batu bara tidak hanya mengurangi impor, namun juga bisa mengurangi defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
Kendati begitu, belum ada proyeksi dari bank sentral nasional mengenai potensi penurunan CAD bila hilirisasi dijalankan.
"Ini akan memberikan nilai tambah, menjadi sumber ekonomi baru, mengurangi emisi karbon. Selain itu, BI mendukung hilirisasi karena bisa mengurangi impor, sehingga mengurangi CAD," ujar Dwi pada kesempatan yang sama.
Lebih lanjut, Dwi mengklaim BI sudah memberikan berbagai kebijakan untuk mendukung hilirisasi batu bara. Salah satunya yang bisa langsung dimanfaatkan oleh masyarakat adalah kebijakan uang muka (down payment/DP) sebesar nol persen untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor (KKB/PKB) yang ramah lingkungan.
"BI sudah menurunkan uang muka atau DP nol persen bagi kredit kendaraan untuk membeli kendaraan berwawasan lingkungan. Selain itu, BI juga mengembangkan keuangan hijau untuk menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru Indonesia," pungkasnya.
(uli/sfr)Mayoritas Pendanaan Usaha Tambang Kalimantan dari Utang Asing - CNN Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment