"Sahabat adalah seseorang yang menari bersamamu di bawah matahari dan berjalan bersamamu di kegelapan."
KUTIPAN tentang persahabatan di atas terasa begitu dalam dan mengunggah rasa syukur.
Masyarakat terhenyak saat tahu Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) didiagnosa menderita penyakit kanker prostat. Padahal sebelumnya, publik mengetahui SBY tengah intens menggeluti hobi barunya, melukis usai pamit dari dunia politik.
Tidak kurang dukungan semangat sembuh untuk SBY datang dari Presiden Joko Widodo yang tengah sibuk mengikuti rangkaian pertemuan World Leaders Summit on Forest and Land Use di Glasgow, Skolandia.
Bahkan Jokowi meminta tim dokter kepresidenan untuk mendampingi pengobatan SBY selama di Amerika Serikat.
SBY pun menyempatkan menelpon Jokowi memberitahukan kondisi kesehatannya dan pamit untuk berobat ke Minneapolis, Amerika Serikat.
Baca juga: Cepat Sembuh, Pak SBY...
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email
Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputeri melalui Sekjen PDI Perjuangan berharap SBY segera mendapat kesembuhan dan meminta Presiden Jokowi memberikan perhatian penuh dan perawatan terbaik untuk SBY (Tribunnews.com, 2 November 2021).
Dari seluruh mantan presiden yang kita miliki, hanya tersisa Megawati dan SBY di saat Jokowi tengah menyelesaikan periode kedua kepemimpinannya.
Dengan segala dedikasinya untuk negeri, kita mendoakan kesehatan para pemimpin kita. Mereka telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk negara yang dicintainya dengan sangat.
Sejatinya persahabatan mempunyai wajah humanis di balik permukaan pemberitaan yang menampilkan perbedaan politik yang tajam.
Saat Ketua MPR Taufiq Kiemas wafat dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, SBY yang saat itu menjabat presiden menjadi inspektur upacara.
SBY begitu sedih dan menyampaikan dukanya kepada istri Ketua MPR yang juga Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputeri.
Sebagai Presiden, SBY memerintahkan TNI AU mengirim pesawat Hercules C-130 untuk menjemput jenazah Taufieq Kiemas. Sementara, rombongan keluarga dijemput dengan Boeing 737-400 (Kompas.com, 09/06/2013).
Saat Ibu Ani SBY wafat, Megawati dan Presiden ketiga RI BJ Habibie juga hadir saat pemakaman di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Begitu juga saat Presiden BJ Habibie berpulang, SBY dan Megawati hadir di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Presiden Jokowi jadi inspektur upacara pemakaman.
Menjadi saksi indahnya persahabatan
Suatu ketika saya menjadi saksi perjalanan Megawati bersama Abdurrahman Wahid dan Akbar Tanjung yang berziarah bersama ke makam Bung Karno di Blitar serta lanjut nyekar ke makam KH Hasyim Asyari dan KH Wahid Hasyim – kakek dan ayah Gus Dur di Jombang, Jawa Timur pada 3–4 Oktober 2005 silam.
Saat itu, hubungan ketiganya berada dalam posisi yang unik. Kesan di publik, hubungan Megawati dan Gus Dur merenggang karena Megawati menggantikan Gus Dur yang dimakzulkan sebagai Presiden lewat proses politik yang panas di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 23 Juli 2001.
Suasana politik yang panas sama sekali tidak terasa dalam perjalanan ziarah bersama itu. Tidak ada sekat perbedaan politik di antara ketiga tokoh nasional sekaligus kampiun politik dari PDIP, PKB, dan Golkar tersebut.
Bahkan saat menginap di Hotel Tugu Malang, Megawati menghidangkan sendiri bakmi kesukaan Gus Dur. Megawati meracik bakmi sekaligus menyiapkan sendok yang akan digunakan Gus Dur.
Mereka berkelakar dan mengenang cerita-cerita di masa lalu. Saya yang ikut makan bersama di meja yang berdekatan begitu menikmati indahnya persahabatan Gus Dur dan Mbak Mega – demikian saya memanggilnya ketika itu.
Ajudan Megawati sempat menelpon saya yang berada semobil dengan Gus Dur dan bertanya apakah iring-iringan rombongan perlu berhenti dulu untuk memberi kesempatan Gus Dur salat zuhur.
Kami yang menemami Gus Dur di mobil meminta staf terdekatnya untuk membangunkan Gus Dur dan bertanya apakah mobil berhenti untuk memberi kesempatan Gus Dur dan rombongan melaksanakan salat.
Jawaban Gus Dur sangat enteng, “Wis tahu (sudah pernah salat)” dan melanjutkan tidur lagi. Alhasil iring-iringan mobil berlanjut terus dari Malang ke Blitar.
Kebetulan lagi, saya juga menjadi saksi persahabatan antara BJ Habibie dengan Megawati. Ceritanya, Megawati terkena demam berdarah. Ia dirawat di kamar 318 Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre (MMC) Kuningan, Jakarta, 25 Oktober 2005.
Tim dokter kepresidenan yang ikut merawat Megawati melarang siapapun menjenguk supaya Megawati bisa beristirahat dengan baik.
Tim pengamanan yang menjaga selasar kamar Megawati akan menolak dengan sopan dan ramah siapa pun yang ingin menjenguk.
Pernah ada tamu yang ngeyel dan ngotot untuk menjenguk. Petugas keamanan kewalahan. Saya diperintahkan Megawati untuk melihat siapa tamu yang datang.
Ternyata dia adalah politisi perempuan dari Senayan yang memaksa minta ketemu karena ingin maju menjadi calon gubernur Banten. Saya berhasil menolak tamu ini dengan menyampaikan alasan medis dan larangan tim dokter.
Tapi, ada satu tamu yang Megawati minta dilonggarkan. Mega bilang, jangan hiraukan larangan dokter untuk satu tamu spesial.
Tamu spesial itu adalah BJ Habibie yang berkali-kali minta Megawati jangan sakit dan harus segera sembuh.
Saya masih ingat dengan gaya biacaranya yang khas dan mimiknya yang lucu. Mereka berdua terlihat akrab, seperti sahabat lama yang sudah lama tidak jumpa.
Saat itu, BJ Habibe sering menghabiskan waktu di Jerman.
Ketika keakraban menjadi asing
Saat Soekarno dikeluarkan dengan paksa atas perintah Soeharto dari Istana Bogor akhir 1967, tim kedokteran kepresidenan yang merawat Soekarno juga dibubarkan.
Tim yang beranggotakan Prof Siwabessy, dokter Soeharto, dokter Tang Sin Hin, dan Kapten CPM dokter Soerojo yang paham rekam medis Bung Karno tidak lagi bisa merawat bahkan menjenguk sekalipun.
Soekarno yang dipindahkan ke tahanan rumah di Wisma Yasso (sekarang Museum TNI Satria Mandala), Jakarta, diketahui menderita hipertensi dan fungsi ginjal yang tidak normal.
Ginjal sebelah kiri sudah tidak berfungsi sama sekali. Ginjal sebelah kanan tinggal berfungsi seperempatnya. Belum lagi penyempitan pembuluh darah jantung, pembesaran otot jantung dan gejala gagal jantung.
Komplikasi inilah yang menyebabkan tubuh Bung Karno terus membengkak. Belum lagi ada tulang rusuk Bung Karno yang patah dan katarak yang tidak diobati.
Tidak pernah sekalipun Soeharto menggubris kebutuhan obat-obatan atau peralatan medis untuk perawatan kesehatan Bung Karno. Soeharto pun ogah menjenguk (Merdeka.com, 21 Juni 2013).
Bahkan saat Soekarno di makamkam di Bendogerit, Blitar, Jawa Timur pada 22 Juni 1970 yang jadi inspektur upacara adalah Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) Jenderal Maraden Panggabean tanpa kehadiran Presiden Soeharto.
Soeharto hanya melayat saat jenazah Bung Karno disemayamkan di Wisma Yasso, Jakarta.
Keakraban juga tak terlihat usai pelimpahan kekuasaan dari Soeharto ke BJ Habibie usai tuntutan reformasi yang disuarakan mahasiswa dan seluruh komponen masyarakat pada 21 Mei 1998.
Sejak saat itu hingga Soeharto wafat pada 27 Januari 2008, BJ Habibie tidak bisa menjumpai Soeharto secara langsung.
Melalui sambungan telepon, Habibie pernah meminta kesediaan Soeharto untuk bertemu dan Soeharto selalu menjawab tidak.
Andaikan para pemimpin kita di masa lalu mau melupakan perbedaan politik, tentu itu akan menjadi teladan bagi segenap anak bangsa.
Walau antara Bung Karno dengan Bung Hatta pernah berselisih paham, persahabatan antara keduanya tetap berjalan akrab.
Makna persahabatan yang hakiki
Perbedaan politik apalagi dendam politik tidaklah baik terus dipelihara bahkan diwariskan. Itu adalah contoh buruk bagi generasi sekarang dan mendatang. Persahabatan para tokoh nasional harus dijadikan teladan bersama.
Perbedaan pandangan politik terjadi karena sudut pandang yang berbeda. Tetapi, sebenarnya para tokoh nasional tersebut memiliki cita-cita besar untuk bangsa dan negaranya.
Tidak mengingkari kelemahan tetapi juga tidak membutakan keberhasilan masing-masing presiden. Setiap masa kepemimpinan kepala negara pasti memiliki tantangan dan beragam persoalan yang berbeda-beda.
Soekarno begitu berjasa mewujudkan kemerdekaan. Soeharto mencoba mengendalikan kestabilan pangan dan sandang. BJ Habibie sukses membawa Indonesia melewati periode transisi dari tirani menuju demokrasi.
Gus Dur membuka sekat perbedaan SARA. Megawati mengukuhkan identitas nasionalisme. SBY berusaha menjaga kestabilan ekonomi dan meletakan dasar pembangunan. Jokowi mewujudkan pembangunan yang merata di seluruh tanah air dan membawa bangsa keluar dari pandemi Covid yang mematikan.
Saya yang bukan apa-apa dan tidak memiliki jabatan formal di pemerintahan begitu mensyukuri arti persahabatan yang terentang lama.
Jalinan persahabatan yang terentang lama dengan sahabat di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Indonesia yang kini bekerja di negeri jiran Singapura bisa membantu penanganan pasien Covid di Kalimantan Utara dan Malang, Jawa Timur.
Berkat sahabat yang bekerja di PT Samudera Indonesia di Singapura tersebut, saya bisa mendapatkan bantuan cuma-cuma 100 tabung oksigen ukuran tujuh meter kubik untuk membantu upaya penanggulangan dampak pandemi.
Melalui gerakan sosial samudera Indonesia Peduli, tabung-tabung oksigen dari Singapura bisa tiba di Tarakan, Kalimantan Utara dan Malang.
Saya begitu yakin, persahabatan yang tulus begitu memiliki dampak positif yang kuat terpatri.
Khusus untuk Pak SBY, doa kesembuhan tidak saja datang dari Pak Jokowi atau Bu Megawati. Harapan akan kepulihan dari sakit juga didaraskan lewat doa dari seluruh warga.
Walau Pak SBY sedang jauh dirawat di Amerika Serikat, saya yakin akan tetap lekat dalam doa Pak Jokowi dan Bu Megawati.
Segera sembuh Pak SBY. Aamiin.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Indahnya Persahabatan: Semangat Sembuh untuk SBY dari Jokowi dan Megawati - Kompas.com - Nasional Kompas.com
Read More
No comments:
Post a Comment