Resimen Mahasiswa (Menwa) jadi perhatian publik nasional dalam beberapa waktu terakhir. Kasus kematian mahasiswa pada kegiatan Menwa UPN Veteran Jakarta (UPNVJ) dan Universitas Sebelas Maret (UNS) melahirkan desakan pembubaran organisasi kemahasiswaan tersebut.
Skripsi berjudul Resimen Mahasiswa sebagai Komponen Cadangan Pertahanan 1963-2000: Pembentukan Resimen Mahasiswa Mahawarman merekam sejumlah catatan sejarah pendirian Menwa.
Skripsi itu ditulis oleh Raditya Christian Kusumabrata, mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI). pada 2011.
Bibit kemunculan Menwa bermula dari inisiatif Panglima Siliwangi Kolonel Raden Ahmad Kosasih membentuk Batalyon Wajib Latih (Wala) sekitar 1959. Kegiatan itu diikuti sekitar 960 orang mahasiswa dari seluruh Bandung.
Wala dibentuk untuk melibatkan mahasiswa dalam kegiatan bela negara. Pelatihan itu juga berkaitan dengan keamanan Bandung dan upaya penumpasan DI/TII Kartosuwiryo.
Organisasi itu bertransformasi menjadi Resimen Mahasiswa pada 1961-1963 usai Presiden Sukarno menyatakan Tri Komando Rakyat (Trikora). Mayjen Nasution memerintahkan perluasan Wala melalui Surat Keputusan No. MI/B/00307/1961.
Pada 24 Januari 1963, pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama No. M/A/20/63 tahun 1963. Surat itu berisi amanat mendirikan Resimen Mahasiswa di berbagai perguruan tinggi.
Binaan ABRI
Di awal masa pendirian, hubungan Menwa dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) begitu kental. Menwa dipimpin oleh Asisten Teritorial Kepala Staf Komando Daerah Militer yang berpangkat kolonel.
Selain itu, ABRI berperan sebagai pelatih ilmu dasar kemiliteran untuk Menwa. Ilmu kemiliteran itu diberikan sebagai bekal Menwa menjadi cadangan nasional.
Kedekatan Menwa dengan militer sedikit banyak berdampak pada hubungan dengan organisasi mahasiswa lain. Menwa sering disangkutpautkan pada hal yang identik dengan kekerasan.
Pada awal 90-an, sejumlah aksi kekerasan melibatkan anggota Menwa berbagai kampus. Alhasil sejumlah organisasi mahasiswa dan anggota DPR mengusulkan peninjauan kembali keberadaan Menwa pada 1994.
Setelah peninjauan, pemerintah merevisi Surat Keputusan Bersama 3 Menteri Tahun 1995. Revisi itu mulai memisahkan Menwa dari struktur organisasi militer.
Inti revisi itu adalah mengatur pendidikan Menwa di bawah Menteri Pertahanan dan Keamanan. Hubungan Menwa dengan perguruan tinggi jadi tanggung jawab Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Adapun pembinaan teknis administratif Menwa ditangani oleh Menteri Dalam Negeri.
Desakan Pembubaran Menwa
Meski SKB 3 Menteri Tahun 1994 telah direvisi, kasus kekerasan yang melibatkan anggota Menwa masih terus terjadi. Desakan Pembubaran Menwa pun terus disampaikan.
Pada awal reformasi, masyarakat sedang getol-getolnya menghapus dwifungsi ABRI. Menwa pun terkena imbas dari dinamika itu. Terlebih lagi setelah kasus pengeroyokan mahasiswa Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang oleh anggota Menwa.
Pada Mei 2002, mahasiswa IAIN Walisongo mengadakan referendum menolak keberadaan Menwa. Keberhasilan IAIN Walisongo itu memicu perguruan tinggi lain untuk melakukan hal serupa.
Dinamika itu membuat Pembantu Rektor III Perguruan Tinggi seluruh Indonesia mengadakan rapat. Forum itu memutuskan untuk meninjau ulang keberadaan Menwa.
Pernyataan itu direspons pemerintah dengan rapat tiga menteri. Pada 11 Oktober 2000, pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional, dan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Republik Indonesia Nomor: KB/14/M/X/2000, 6/U/KB/2000 serta Nomor 39A Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa.
Pemerintahtidak membubarkan Menwa. Namun, status Menwa diubah jadi Unit Kegiatan Mahasiswa Khusus menjadi Unit Kegiatan Mahasiswa Biasa. Pembinaan Menwa juga dikembalikan ke masing-masing perguruan tinggi. Kini Menwa kebanyakan masih tumbuh di kampus-kampus negeri.
(dhf)Menwa Lahir dari Trikora, Kini Terseret Kematian Mahasiswa - CNN Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment