Rechercher dans ce blog

Saturday, May 29, 2021

Kisah Sebuah Foto Dari Bencana Lumpur Lapindo - kompas.id

Sabtu 29 Mei 2021 ini tepat 15 tahun bencana lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, terjadi. Bencana itu bermula dari kebocoran sumur pengeboran gas milik PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Sidoarjo pada Senin (29/5/2006).

Semburan lumpur disertai gas keluar dari permukaan tanah melalui rawa yang ada di sekitar lokasi pengeboran. Gas berwarna putih terembus hingga ke kawasan permukiman warga Desa Siring yang berjarak sekitar 150 meter dari rawa tersebut. Bau menyengat seperti amoniak tercium hingga radius 500 meter dari lokasi. (Kompas 30/5/2006).

Dalam sepekan semburan lumpur terus meluas menggenangi areal sekitar lokasi pengeboran.  Tidak hanya menggenangi rawa dan persawahan lumpur juga mengancam permukiman warga, Jalan Tol Surabaya – Gempol serta jalur kereta api Surabaya-Banyuwangi dan Surabaya-Malang.

Untuk mencegah volume lumpur yang terus bertambah membanjiri permukiman warga dan jalan tol, sejumlah tanggul mulai dibangun di sekitar lokasi. Alat berat dan truk jungkit yang mengangkut ratusan kubik tanah setiap hari didatangkan ke lokasi untuk membangun tanggul darurat.

Ketika terjadi peristiwa semburan lumpur Lapindo, saat itu saya bertugas di Kompas Biro Jawa Timur dengan berkantor di Surabaya. Selama melakukan peliputan terkait semburan lumpur Lapindo, beragam peristiwa telah saya jumpai. Dari sekian banyak peristiwa, ada beberapa kejadian yang masih membekas hingga saat ini. Salah satunya adalah saat meliput tanggul lumpur yang jebol.

Memuat data...

Kompas/Raditya Helabumi

Tanggul di pusat semburan lumpur panas Lapindo, Agustus 2006

Memuat data...

Kompas/Raditya Helabumi

Asap terlihat dari pusat semburan lumpur Lapindo pada November 2006

Memuat data...

Kompas/Raditya Helabumi

Para pekerja membangun tanggul untuk menyelamatkan rel kereta api agar tidak terkena luberan lumpur.

Memuat data...

Kompas/Raditya Helabumi

Sebuah truk pengangkut tanah yang digunakan untk membuat tanggul penahan lumpur terguling pada salah satu sisi tanggul di Desa Siring, Kecamaatan Porong, Sidoarjo, Rabu (9/8/2006).

Memuat data...

Kompas/Raditya Helabumi

Jalan Tol Porong- Gempol tergenang lumpur panas Lapindo, Jumat (26/9/2006).

Memuat data...

Kompas/Raditya Helabumi

Hingga Senin (11/2/2008) pagi, warga Desa Besuki, Kecamatan Jabon, Sidoarjo, Jawa Timur, terus berupaya menyelamatkan harta benda mereka yang masih tertinggal di rumah akibat luberan lumpur menerjang rumah mereka setelah tanggul di titik 40 jebol pada Minggu (10/2) malam

Memuat data...

Kompas/Raditya Helabumi

Warga Desa Siring mengungsikan harta benda setelah lumpur memasuki rumah warga, Kamis (10/8/2006).

Memuat data...

Kompas/Raditya Helabumi

Anak-anak berlarian diatas lumpur Lapindo yang telah mengering dan telah menenggelamkan rumah serta bangunan milik warga Desa Jatirejo, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (25/6/2007).

Kamis, 10 Agustus 2006, sekitar pukul 08.00 tanggul penahan lumpur setinggi 3 meter di Desa Siring, Kabupaten Sidoarjo, jebol sepanjang 15 meter. Selain menggenangi sekitar 750 rumah warga hingga 5.680 penghuninya mengungsi, lumpur juga menutupi rel kereta api jurusan Surabaya- Malang dan Surabaya-Banyuwangi. Saya menuju kesana untuk meliput peristiwa tersebut. Situasi di permukiman saat itu tidak terlalu ramai karena sejumlah warga sudah mengungsi beberapa hari sebelumnya. Saya tetap mencoba mencari foto untuk hari itu. Perlahan saya melangkah memasuki permukiman warga. Saya berjalan kaki menembus genangan lumpur. Di mulut gang yang berada tidak jauh dari jalan raya, tinggi lumpur masih sebatas mata kaki. Namun semakin masuk ke tengah permukiman, lumpur semakin tinggi. Dari mata kaki lumpur mendekati betis, naik lagi hingga sebetis, kemudian mencapai lutut.

Semakin tinggi lumpur, langkah kaki kian terasa berat. Sambil sesekali berdiri untuk beristirahat, saya memotret, kemudian berjalan kembali beberapa langkah, memotret lagi, begitu seterusnya. Setelah beberapa waktu kemudian saya berhenti di depan bangunan bekas sebuah pabrik.

Di depan dinding tembok pembatas saya beristirahat sambil berbincang dengan seorang rekan. Sekitar 10 menit kemudian di tengah perbincangan, sayup-sayup terdengar suara teriakan. Teman saya nyeletuk dengan logat Suroboyoan, “Lho munyuke sopo iku rek?” ujar teman saya bercanda.

Wah ngawur sampean...” ujar saya. Kami pun kembali melanjutkan obrolan. Tak berselang lama, teriakan itu terdengar lagi. Namun teriakan yang berasal di antara rumah warga itu memang tidak terdengar jelas. Saya lantas mencoba berjalan mendekat ke arah sumber suara. Tetapi langkah kaki tertahan karena lumpur yang tinggi hampir sepinggang.

Suara itu kini sedikit lebih jelas dan tampaknya suara seseorang yang minta pertolongan. Kehebohan pun seketika terjadi. Semua orang yang berada di sekitar tempat itu mencoba untuk mencari tahu apa yang terjadi. Beberapa petugas yang sejak pagi membantu proses evakuasi warga kemudian mendekat ke arah sumber suara. Sebuah eskavator kemudian disiapkan petugas di lokasi tidak jauh dari saya berdiri.

Kemudian, secara tiba-tiba, dari arah berlawanan di depan saya datang dua anggota TNI. Mereka berjarak sekitar 30 meter dari posisi saya berdiri. Secara spontan, mereka berdua berjalan menembus lumpur mendekati salah satu rumah untuk mengevakuasi warga. Meskipun mereka adalah prajurit yang terlatih, kondisi medan berlumpur cukup menghambat langkah mereka. Perempuan yang meminta tolong itu kemudian digendong salah satu anggota TNI keluar dari rumah menuju tempat yang aman. Dari ekspresi prajurit yang terlihat, tidaklah mudah menggendong orang dalam menembus lumpur. Belum lagi, lumpur yang cukup panas serta terik matahari semakin membuat langkah mereka berat. Meski demikian, mereka tetap berupaya menuju ke tempat aman meski peluh keringat dan lumpur mengotori badan mereka. Kedua prajurit TNI itu berjalan pelan menuju ke arah eskavator yang sudah siap. Momen heroik ini berakhir gembira karena warga tersebut bisa dipindahkan ke eskavator untuk keluar dari areal permukiman yang terendam lumpur. Kedua prajurit telah menyesaikan tugas kemanusiaan mereka.

Memuat data...

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Anggota TNI AD mengevakuasi seorang warga yang terjebak di dalam rumah saat tanggul penahan lumpur di Desa Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo, jebol, Kamis (10/8/2006).

Memuat data...

Kompas/Raditya Helabumi

Anggota TNI AD mengevakuasi seorang warga yang terjebak di dalam rumah saat tanggul penahan lumpur di Desa Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo, jebol, Kamis (10/8/2006).

Memuat data...

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Sambil meringis menahan panasnya lumpur, seorang anggota TNI menggendong warga Desa Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang terjebak lumpur di rumahnya akibat tanggul tidak dapat menahan luapan lumpur, Kamis (10/8/2006).

Setelah proses evakuasi selesai dan merasa liputan saat itu sudah cukup saya bersiap memasukan kamera ke dalam tas.  Sebelum membuka tas, saya sempatkan sejenak melihat hasil foto melalui layar kamera, terutama beberapa frame foto terakhir selama liputan hari itu. Dalam hati saya bergumam “wah hari ini cukup beruntung bisa mendapatkan foto dengan pesan kemanusiaan yang kuat”. Saya merasa senang dapat melihat momen itu dan mengabadikannya. Selepas semua saya cek. kamera saya masukan ke dalam tas dan mulai bergegas berjalan keluar dari areal permukiman warga.

Foto tersebut akhirnya dipasang menjadi foto utama harian Kompas, Jumat 11 Agustus 2006. Saat itu, foto tersebut mendapatkan respon yang sangat baik dari berbagai pihak karena menjadi rekaman peristiwa yang sangat kuat dilihat dari sisi kemanusiaan. Foto tersebut menggambarkan salah satu sifat baik manusia yaitu saling menolong terhadap sesama. Entah itu prajurit TNI atau warga sipil biasa, mereka akan melakukan hal yang sama dalam kondisi tersebut.

Memuat data...

TANGKAPAN LAYAR

Foto prajurit TNI menggendong seorang perempuan korban lumpur Lapindo menjadi foto utama harian Kompas. Jumat (12/8/2006).

Foto prajurit TNI menggendong seorang perempuan melintasi lumpur yang dimuat di harian Kompas juga mendapatkan reaksi yang bagus dari TNI. Beberapa waktu setelah foto tersebut dimuat, ada permintaan dari Markas Besar TNI untuk mencetak foto tersebut dalam ukuran besar. Foto tersebut dipajang di balai wartawan Pusat Penerangan (Puspen) Mabes TNI Cilangkap. Tentunya, hal ini membanggakan bagi saya secara pribadi dan tentunya juga untuk Kompas dan TNI yang telah sukses menggembleng prajurit mereka untuk berbudi luhur terhadap sesama. Foto tersebut juga dicetak dan dipajang di Kementerian Pertahanan. Saat ini, foto tersebut telah dipindahkan ke ruang Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) setelah sebelumnya dipajang di lobi gedung Kepala Staf TNI AD.

Memuat data...

DINAS PENERANGAN TNI AD

Foto prajurit TNI menggendong korban lumpur lapindo dipajang di ruangan Kepala Dinas Penerangan TNI AD

Memuat data...

DINAS PENERANGAN TNI AD

Foto prajurit TNI menggendong korban lumpur lapindo dipajang di ruangan Kepala Dinas Penerangan TNI AD.

Lumpur di Porong, Sidoarjo, adalah kisah sedih tentang kehidupan manusia. Ada ratapan dan tangisan meski banyak juga cerita indah di dalamnya. Saya beruntung bisa mengabadikan salah satu momen istimewa di tempat tersebut.

Memuat data...

Kompas/Raditya Helabumi

Warga korban lumpur Lapindo melakukan Shalat Idul Fitri diatas tanggul penahan lumpur Desa Jatirejo, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Sabtu (13/10/2007).

Memuat data...

Kompas/Raditya Helabumi

Desa-desa yang terendam lumpur Lapindo.

Adblock test (Why?)


Kisah Sebuah Foto Dari Bencana Lumpur Lapindo - kompas.id
Read More

No comments:

Post a Comment

Korsel Targetkan 300 Ribu Wisatawan dari Indonesia pada 2022 - Republika Online

Kunjungan wisatawan Indonesia ke Korea Selatan anjlok pada 2020 dan 2021. REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Korea Selatan (Korsel) menargetkan kun...