KOMPAS.com - Penelitian terbaru yang melibatkan peneliti Indonesia di Monash University, Australia berhasil menemukan cara baru untuk menghasilkan amonia, yakni bahan baku utama pupuk, dari udara menggunakan tenaga listrik, yang tidak meninggalkan jejak karbon.
Salah satu peneliti kajian ini, Dr Bryan H. R. Suryanto mengatakan, mereka telah menemukan cara efektif untuk memproduksi amonia atau ammonia (bahan utama pupuk) melalui proses elektrolisa, sehingga hanya diperlukan sebuah alat electrolyser dan tenaga listrik untuk proses produksinya.
"Kami menemukan cara untuk mengkonversi udara menjadi pupuk menggunakan simple electrolytic device yang dapat dioperasikan menggunakan renewable electricity," kata Bryan kepada Kompas.com, Jumat (11/6/2021).
Konversi udara ini akan menghasilkan amonia yakni dengan satu atom nitrogen yang terikat pada tiga atom hidrogen, tetapi kepadatan energinya berdasarkan volume hampir dua kali lipat dari hidrogen cair.
Sehingga amonia akan menjadi pesaing utama sebagai bahan bakar alternatif hijau dan lebih mudah dikirim dan didistribusikan.
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email
Baca juga: Peneliti Australia Ciptakan Terobosan Bahan Bakar Hidrogen dari Amonia
Pada umumnya amonia sering dimanfaatkan sebagai bahan kimia berbau busuk dan beracun yang digunakan dalam pembersih rumah tangga, pupuk, juga bahan peledak, dan menyisakan emisi karbon pada pembuatannya.
Akan tetapi, para peneliti menilai amonia merupakan bahan bakar terbarukan yang dapat terbuat dari Matahari, udara dan air yang dapat memberi daya pada dunia tanpa karbon.
Oleh karena itu, Bryan bersama dengan Dr Alexander N Simonov dan Prof Douglas R MacFarlane, serta rekan tim lainnya mencoba mencari cara baru dalam menghasilkan amonia sebagai bahan baku pupuk yang bisa dipergunakan oleh para petani, namun lebih aman, mudah dihasilkan dan didistribukan, serta berkelanjutan dari sisi energi.
Berikut beberapa efektivitas pembuatan pupuk dari udara menggunakan simple electrolytic device ini:
1. Bisa dibuat di mana saja
Selama ini, para peneliti mengatakan bahwa amonia, salah satu bahan baku pupuk ini, hanya bisa dihasilkan melalui Haber-Bosch process.
Baca juga: NASA Juno Ungkap Hujan Es Kaya Amonia, Petunjuk Baru Cuaca Planet Jupiter
Proses Haber adalah suatu proses fiksasi nitrogen artifisial dan merupakan prosedur industri utama untuk produksi amonia yang berlaku saat ini.
Salah satu tindakan yang digunakan dalam proses Haber-Bosch untuk menghasilkan amonia yakni melalui suhu yang dinaikkan dengan cukup tinggi untuk dapat menghasilkan amonia atau NH3.
Sehingga, proses menghasilkan amonia dengan cara ini hanya mungkin dilakukan di pabrik-pabrik besar menggunakan reaktor-reaktor raksasa.
Namun, Bryan menjelaskan, dengan teknologi simple electrolytic device yang mereka buat, kini membuat ammonia di daerah di mana pupuk dibutuhkan seperti sawah, greenhouse, hidroponik, pabrik farmasi atau rumah sakit jadi memungkinkan.
Menurut Bryan, hal ini dikarenakan alat electrolytic pada umumnya bisa didesain sangat kompak dan kompleks.
Baca juga: Pertama Kalinya, NASA Berhasil Mengekstraksi Udara Mars Jadi Oksigen
2. Revolusi cara produksi pupuk
Diakui Bryan, kalau secara teknis, sebenarnya teknologi Li mediated Ammonia synthesis sudah ada sejak tahun 1990-an.
Akan tetapi, sistem yang ada tidak mampu beroperasi lebih dari 3 menit. Sistem yang dibuat para peneliti ini pun mampu mengatasi masalah tab dan dapat dioperasikan lebih dari 3 menit.
"Nah, yang membuat ini jadi mungkin adalah temuan kami, menggunakan garam phosphonium sebagai "proton shuttle". Sehingga, teknologi kami mungkin akan merevolusikan cara pupuk di produksi, distribusi dan di aplikasikan," jelasnya.
Sebab, pupuk tidak harus lagi di produksi di pabrik, dihantarkan dengan mobil ke tempat penggunaan. Tetapi, bisa langsung diproduksi di tempat yang membutuhkannya.
Baca juga: Hujan Lebat Bersihkan Polusi Udara Jakarta, Gunung Gede Pangrango Terlihat
3. Tidak meninggalkan jejak karbon
Dalam upaya mengendalikan terjadinya perubahan iklim, salah satu tindakan yang tegas ditekan adalah upaya-upaya yang dapat menghasilkan emisi karbon.
Indonesia adalah penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia pada tahun 2015.
Dalam Perjanjian Paris, Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisinya sebesar 29-41 persen pada tahun 2030, dibandingkan dengan skenario bisnis seperti biasa.
Sumber emisi karbon terbesar di dunia termasuk di Indonesia ada beberapa sektor seperti deforestasi hutan dan lahan gambut, karbon buangan kendaraan bermotor, kebakaran, limbah pabrik, pertanian dan juga sektor industri.
Baca juga: 6 Tanaman untuk Membersihkan Udara Berdasarkan Studi NASA
Proses Haber-Brosch dalam proses pembuatan amonia biasanya menggunakan hidrogen dari natural gas, sekitar 1,5 persen CO2 yang setiap tahun dihasilkan oleh manusia, berasal dari proses tersebut.
Angka ini sangatlah signifikan, apabila kita berupaya untuk mengurangi jejak karbon.
"Apabila kita menggunakan teknologi electrolyser (simple electrolytic device), kita dapat menghasilkan H2 dari proses elektrolisa air. Sehingga tidak ada jejak karbonnya," tegasnya.
Adapun, untuk udara yang bisa dikonversi harus disaring terlebih dahulu menjadi N2 murni.
"Tapi itu sudah bisa dilakukan dengan alat yang ada," ujar Bryan.
Baca juga: Polusi Udara Jakarta 20 Tahun Terakhir Turun Drastis berkat PSBB, Kok Bisa?
Peneliti Temukan Cara Membuat Amonia Bahan Baku Pupuk dari Udara - Kompas.com - KOMPAS.com
Read More
No comments:
Post a Comment