Rechercher dans ce blog

Sunday, July 11, 2021

Olimpiade: Kisah atlet Irak yang kabur dari rezim Saddam Hussein setelah menatap Bill Clinton - BBC News Indonesia

  • George Wright
  • BBC News

Olimpiade, Irak

Sumber gambar, Getty Images

"Jangan lihat Presiden Clinton."

Instruksi itu diterima Raed Ahmed sebelum dia mengikuti seremoni pembukaan Olimpiade 1996 di Atlanta, Amerika Serikat.

Atlet angkat besi Irak yang bertubuh gempal itu diberitahu bahwa Clinton dan Amerika Serikat berencana menghancurkan negaranya dan tidak boleh dihormati.

Raed mendapat pesan itu dari pejabat Komite Olimpiade Irak. Lembaga itu dipimpin Uday, putra sulung Presiden Irak, Saddam Hussein.

"Mereka bilang, 'jangan melihat ke kiri atau ke kanan karena Presiden AS akan berada di sana, jangan lihat dia'," kata Raed.

"Aku bilang, tidak masalah," ucapnya.

Raed berseri-seri saat berlari masuk ke stadion. Dia dengan bangga memegang bendera Irak.

Ketika itu Raed berusia 29 tahun. Dia dipilih dari dua atlet lainnya untuk menjalankan tugas terhormat tersebut.

Walau mata para pejabat Irak tertuju padanya, Raed melirik ke kanannya.

"Aku tidak bisa mempercayainya. Clinton menatap kami. Aku melihat dia sangat senang saat melihat kami. Dia berdiri dan bertepuk tangan," ujarnya.

Peristiwa itu di kemudian hari mengubah hidup Raed untuk selamanya.

irak

Sumber gambar, Getty Images

Raed lahir dalam keluarga Muslim Syiah di Kota Basra pada tahun 1967. Ayahnya adalah pelatih binaraga.

Namanya mulai diperhitungkan dalam olahraga itu pada awal dekade 1980-an. Dia menjadi juara nasional untuk kategori 99 kilogram pada tahun 1984.

Namun keberhasilan Raed mencuat pada saat yang sama dengan dimulainya kekacauan di Irak.

Pada tahun 1991, komunitas Arab Syiah di selatan Irak melakukan pemberontakan. Hal serupa dilakukan orang-orang Kurdi di wilayah utara.

Pemberontakan pecah tak lama setelah Perang Teluk pertama. Dalam perang itu, militer Irak yang menginvasi Kuwait dikalahkan pasukan koalisi multinasional yang dipimpin AS.

Pada pertengahan Februari 1991 atau beberapa hari sebelum pasukan koalisi melakukan serangan darat, Presiden AS saat itu, George HW Bush, menyiarkan pesan bahwa rakyat Irak dapat menghindari pertumpahan darah.

"Militer dan masyarakat Irak bisa menyelesaikan masalah ini dengan memaksa diktator Saddam Hussein mundur dari jabatannya," kata Bush.

Kelompok Syiah dan Kurdi yakin perkataan Bush itu menunjukkan bahwa AS akan mendukung pemberontakan mereka melawan Saddam.

Maret 1991, mereka memulai pemberontakan itu.

Di Basra dan kota-kota lain, ratusan warga sipil tak bersenjata turun ke jalan dan mengambil alih banyak gedung pemerintah. Mereka juga membebaskan tahanan dari penjara dan menyita gudang senjata ringan.

Puncaknya peristiwa itu, kelompok sipil merebut kendali 14 dari total 18 provinsi di Irak dari pasukan yang loyak pada Saddam.

Saat itu pertempuran juga terjadi beberapa kilometer dari ibu kota Irak, Baghdad.

Namun ketika pemberontakan menyebar ke seluruh Irak, para pejabat AS menyangkal telah campur tangan dalam urusan dalam negeri Irak.

AS juga membantah bahwa mereka berniat menyingkirkan Saddam dari kekuasaan.

Saat Perang Teluk berakhir dan ketika kelompok Syiah dan Kurdi kehilangan dukungan dari AS, Saddam melancarkan represinya yang paling brutal kepada dua komunitas itu.

Puluhan ribu orang dilaporkan tewas hanya dalam beberapa bulan setelah represi itu dimulai.

Raed ingat, dia menyaksikan sepupu Saddam, Ali Hassan al-Majid alias Chemical Ali, membariskan mahasiswa di Basra sebelum menembak mereka.

Ali belakangan diketahui ditugaskan Saddam untuk meredam pemberontakan orang-orang Syiah dan Kurdi.

Sanksi ekonomi yang kemudian dijatuhkan PBB untuk Irak sangat memukul rakyat negara itu. Raed berkata, banyak orang kesulitan membeli makanan paling dasar seperti roti dan nasi.

Ketika itu, Raed mulai memikirkan cara untuk keluar dari kondisi tersebut.

Olimpiade, Irak

Sumber gambar, Getty Images

Tidak seperti kebanyakan orang Irak, Raed memiliki kesempatan untuk bepergian ke luar negeri untuk mengikuti kompetisi olahraga.

Tapi menjadi olahragawan kawakan di Irak berarti berhadapan langsung dengan Uday Hussein, putra Saddam yang terkenal brutal. Uday adalah Presiden Komite Olimpiade Irak dan Asosiasi Sepak Bola Irak.

Uday kerap menjatuhkan hukuman kejam untuk pesepakbola yang gagal mengeksekusi penalti, menerima kartu merah atau yang kurang berprestasi.

Para pesepakbola itu disetrum dengan kabel listrik, dipaksa mandi di dalam air limbah. Ada pula yang dibunuh.

"Dia akan melakukan apapun yang dia inginkan. Dia adalah putra Saddam," kata Raed.

Demi melindungi dirinya sendiri, Raed berusaha menurunkan harapan Uday terhadapnya jelang turnamen internasional.

"Saya bertemu banyak atlet yang keluar dari penjara. Pesepakbola atau pemain basket memberi tahu kami, 'Hati-hati saat pergi berkompetisi'. Mereka membunuh banyak orang," ujar Raed.

"Ketika Uday bertanya apakah saya bisa membawa pulang medali emas, saya berkata tidak.

"Untuk medali emas Anda harus berlatih setidaknya selama empat tahun dan terlalu sulit untuk melakukannya di Basra karena makanan dan minuman sangat terbatas.

"Sebagai atlet angkat besi, Anda membutuhkan banyak makanan dan terapi fisik," ujar Raed.

Raed semakin melihat kompetisi internasional sebagai cara terbaik untuk keluar dari Irak untuk selamanya.

Dia berlatih lebih keras dari sebelumnya. Raed menjalani dua sesi latihan yang melelahkan dalam sehari, selama lima hari seminggu, untuk mencapai nilai terbaik.

Pada tahun 1995, Raed melakukan perjalanan ke China untuk Kejuaraan Angkat Besi Dunia. Namun saat itu dia merasa pemerintah China kemungkinan besar akan mengembalikannya ke Irak jika dia melarikan diri.

Penampilan Raed cukup bagus untuk mengamankan tempat di tim Olimpiade. Dia memiliki kesempatan pergi ke Atlanta.

Dan Raed tahu bahwa Olimpiade 1996 di AS akan menawarkan kesempatan yang lebih baik untuk masa depannya.

Olimpiade, Irak

Sumber gambar, Getty Images

Sebelum berangkat ke Olimpiade, Raed menghubungi temannya di AS. Dia mulai menimbang risikonya.

Bagaimana jika AS mengirimnya kembali ke Irak? Apa yang akan terjadi pada keluarganya? Bagaimana dia bisa lolos dari para pejabat Irak yang selalu waspada?

Raed tidak yakin pelarian itu realistis ketika berangkat ke AS.

Setelah tiba di pusat tempat tinggal atlet Olimpiade, Raed menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan berusaha untuk tidak menimbulkan kecurigaan.

Mantan penerjemah Saddam

Bagaimanapun, dia memiliki tanggung jawab untuk membawa bendera Irak di pertunjukan terbesar di dunia.

Sebelum seremoni pembukaan, dia berulang kali diberitahu untuk tidak melihat Presiden Clinton. Yang memerintahkannya adalah mantan penerjemah Saddam, Anmar Mahmoud.

Mahmoud saat itu mengawal kontingen Olimpiade Irak.

"Mereka ingin menunjukkan bahwa rakyat Irak tidak menyukai AS dan presidennya," kata Raed.

Mahmoud berdiri tepat di belakang Raed saat mereka mengelilingi trek atletik saat seremoni pembukaan Olimpiade, pada tanggal 19 Juli 1996.

Raed berkata Mahmoud melihatnya sedang menatap Clinton, tapi dia tidak mengatakan apa-apa.

Para pejabat Irak juga tampak benar-benar terkejut bahwa Cllinton bertepuk tangan untuk mereka, kata Raed.

Keraguan yang ada di benak Raed kini hilang—ia tidak akan kembali ke Irak. Tapi sekarang muncul pertanyaan tentang bagaimana dia bisa tinggal di AS.

Raed menghubungi temannya yang lain di AS, bernama Mohsen Fradi. Dia menceritakan rencananya.

Kemudian, seorang lulusan teknik dari Universitas Georgia bernama Intifadh Qambar, yang memiliki akses ke tempat tinggal kontingen Olimpiade, mengunjungi Raed.

Raed meminta bantuan untuk mengeluarkannya dari tempat itu. Keduanya bertemu diam diam, tapi para pengawal tim Irak curiga.

"Para pejabat kontingen Olimpiade Irak mulai curiga bahwa saya ingin tinggal di AS. Mereka berkata bahwa saya tidak diizinkan untuk tinggal di sana dan saya akan dipenjara jika saya melakukannya," ujar Raed.

Raed tidak terpengaruh dengan ancaman itu. Rencananya sudah bulat. Namun dia masih harus berkompetisi.

Karena tidak dapat mempersiapkan diri ke level para pesaingnya, Raed menempati posisi terbawah ketiga di kelasnya. Total beban yang mampu dia angkat seberat 301 kilogram. Dia melakukannya dalam dua kesempatan terpisah.

Setelah keluar dari kompetisi, dia fokus untuk melarikan diri.

Olimpiade, Irak

Sumber gambar, Getty Images

Pada pagi hari tanggal 28 Juli 1996, tim Olimpiade Irak bersiap mengunjungi kebun binatang terdekat. Saat tim sarapan, Raed berpura-pura melupakan sesuatu di kamarnya.

Dia dengan cepat mengemasi tasnya dan bergegas ke depan pusat karantina atlet Olimpiade.

Qambar dan Fradi sudah menunggunya di dalam mobil. Raed melompat masuk ke mobil, lalu mereka melesat pergi.

"Sepanjang waktu saya memikirkan keluarga saya," ujarnya.

"Saya khawatir apa yang akan terjadi pada mereka setelah pejabat Irak mengetahui saya melarikan diri.

"Saya tidak mencemaskan diri saya karena saya tahu saya dalam kondisi yang aman dan tidak dalam bahaya. Satu-satunya ketakutan dan kekhawatiran saya adalah untuk keluarga saya."

Raed kabur tanpa paspor karena para pejabat Irak menyimpan semua dokumen atlet. Raed lalu menemui seorang pengacara keturunan Irak yang telah datang dari New York.

Mereka pergi ke agen imigrasi untuk menjelaskan keinginan Raed tinggal di AS. Mereka telah menyiapkan konferensi pers. Raed pun menghadapi media massa dari seluruh dunia.

"Semua orang dalam kelompok kami berpaling dari Presiden Clinton. Mereka bukan laki-laki," kata Raed sepertei dikutip The New York Times.

"Saya mencintai negara saya. Saya hanya tidak menyukai rezim yang berkuasa," ujarnya.

Paspor palsu

Setelah sesi jumpa wartawan itu, perwakilan Uday Hussein menelepon CNN. Mereka meminta CNN menyampaikan pesan bahwa Raed harus kembali karena seluruh keluarganya disandera.

Keluarganya akhirnya dibebaskan walau Raed menolak kembali ke Irak. Namun dia tidak dapat berkomunikasi dengan mereka selama lebih dari setahun.

"Situasinya menjadi sangat sulit bagi mereka. Banyak orang tidak mau berbicara dengan mereka. Ibu saya adalah seorang direktur di sebuah sekolah dan mereka memecatnya," kata Raed.

Setelah mendapatkan suaka, Raed bekerja tujuh hari seminggu agar dapat membayar paspor Irak palsu untuk istrinya.

Pada tahun 1998, istrinya berhasil sampai ke Yordania. Di sana mereka meminta bantuan pejabat PBB. Akhirnya keduanya bertemu di AS.

Olimpiade, Irak

Sumber gambar, RAED AHMED

Raed dan istrinya menetap di Dearborn, Michigan. Keduanya tinggal di sana hingga hari ini bersama lima anak mereka.

Dearborn memiliki komunitas Arab yang besar. Sejak tahun 2003, ketika Perang Irak pecah, ribuan warga Irak mengungsi dan menetap di daerah tersebut.

"Dearborn seperti Baghdad," kata Raed sambil tertawa.

Di Dearborn Raed menjual mobil bekas dan melanjutkan pelatihan sebagai atlet angkat besi. Dia juga melatih tim sepak bola dan bola basket yang berisi orang-orang keturunan Irak.

Pada tahun 2004, setelah Saddam Hussein jatuh, dia kembali ke Irak untuk pertama kalinya.

"Semua keluarga menunggu saya. Mereka ingin bertemu saya karena kami tidak bertemu sejak tahun 1996.

"Mereka hanya menangis ketika melihat saya. Mereka tidak percaya mereka akan pernah melihat saya lagi," ujarnya.

Orang tua Raed masih tinggal di Basra. Mereka mengunjungi Raed di AS setiap tahun, sebelum pandemi Covid-19 melanda.

Ke depannya, Raed berpikir akan tetap tinggal di Michigan. Namun ia tetap tergoda untuk pindah ke suatu tempat yang cuacanya mirip tempat kelahirannya.

"Saya ingin pindah ke Florida karena cuacanya sama dengan Irak," ujarnya sembari tertawa.

"Di sini, terutama pada bulan Desember hingga Februari, sangat sulit untuk hidup. Ada banyak salju dan terlalu dingin.

"Saya belum pernah melihat salju sebelumnya. Saya pikir, bagaimana orang-orang keluar rumah saat salju menebal hingga tujuh sentimeter?" ucapnya.

Raed berkata, dia akan menonton upacara pembukaan Olimpiade di Tokyo Juli ini. Dia tidak pernah melewatkan seremoni ajang empat tahunan tersebut.

"Ini sangat nostalgia bagi saya dan mengingatkan saya seberapa jauh saya telah melangkah. Setiap kali saya menonton, saya berharap saya hadir dan berpartisipasi," kata Raed.

"Menontonnya benar-benar membawa saya kembali ke kejadian 25 tahun lalu. Seremoni ini mengingatkan saya pada hal-hal yang telah saya lalui," tuturnya.

Adblock test (Why?)


Olimpiade: Kisah atlet Irak yang kabur dari rezim Saddam Hussein setelah menatap Bill Clinton - BBC News Indonesia
Read More

No comments:

Post a Comment

Korsel Targetkan 300 Ribu Wisatawan dari Indonesia pada 2022 - Republika Online

Kunjungan wisatawan Indonesia ke Korea Selatan anjlok pada 2020 dan 2021. REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Korea Selatan (Korsel) menargetkan kun...