Salah satu keuntungan menjadi wartawan olahraga menurut saya adalah bisa bertemu atlet yang saya kagumi. Atlet yang ketika beranjak dewasa hanya bisa saya saksikan melalui layar kaca. Salah satunya Valentino Rossi.
Tapi entah kenapa saya hampir tidak pernah memiliki foto bersama atlet ternama, termasuk Rossi. Dari banyak kesempatan bertemu, wawancara, atau sekadar berpapasan di arena MotoGP, saya tidak pernah sekalipun minta The Doctor untuk sebuah foto bersama.
Bagi saya hal itu berlaku di semua arena olahraga, tidak hanya di MotoGP. Saya mengidolakan Boaz Solossa, tapi dari belasan kali bertemu langsung dengan mantan kapten Timnas Indonesia itu, saya tidak pernah minta selfie bareng dia. Entah kenapa? Hingga kini saya belum tahu jawabannya.
Khusus untuk kasus Rossi agak sedikit berbeda. Sejumlah orang di sekitar kehidupan saya sering bingung. "Kenapa tidak foto bareng Rossi, legend gila, jarang-jarang ketemu, kapan lagi?". Kalimat itu sering saya dengarkan usai menjalani liputan MotoGP.
Saya fanboy Rossi, tapi fanboy yang lebih memilih untuk sembunyi. Saya lebih senang mengamati bagaimana gerak-gerik Rossi, bagaimana cara dia berbicara, bagaimana gesture dia saat bertemu penggemar, menghadapi awak media, dan lain-lain.
Rossi paling sering memulai pernyataan dengan mengatakan: "sincerely", "allora", "yes" dan "yeah" dengan aksen Italia yang kental. Selain itu Rossi sering melambaikan tangan dengan jari yang terbuka lebar dan hanya bagian telapak tangan yang bergerak.
Valentino Rossi sering melakukan gesture melambai dengan jari terbuka dan hanya telapak tangan yang bergerak. (Dorna Sports)
|
Rossi yang kita lihat di layar kaca setiap balapan MotoGP, adalah Rossi yang sama dengan yang saya temui di arena MotoGP. Saya punya tiga kali kesempatan meliput balapan MotoGP, dan Rossi tidak pernah berubah setiap bertemu.
Dia selalu tersenyum ramah kepada penggemar, sama seperti yang kita lihat di televisi atau media sosial. Di situasi sulit pun Rossi selalu menyempatkan waktu untuk sekadar memberi tanda tangan atau foto bersama.
The Doctor selalu jadi magnet bagi penggemar. Jika Anda memiliki kesempatan menyaksikan langsung balapan MotoGP dan berada di fan walk, cukup mudah menemukan Rossi. Cari saja orang yang berkerumun, maka di situlah garasi Yamaha berada dan di situ pula Rossi berada.
Puluhan orang rela menunggu Rossi berjam-jam hanya untuk foto bersama atau melihat langsung pembalap asal Italia itu. Rossi benar-benar magnet bagi penggemar MotoGP. Sesuatu yang hanya bisa dilakukan Michael Jordan, Michael Schumacher, Muhammad Ali, Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo di cabang olahraga lain.
Pertemuan terakhir saya dengan Valentino Rossi di MotoGP Malaysia 2018. (CNN Indonesia/Haryanto Tri Wibowo)
|
Saya ingat betul pada Oktober 2016 ketika meliput MotoGP Jepang di Sirkuit Motegi, puluhan orang rela mengikuti Rossi hingga The Doctor masuk ke toilet, hanya untuk sekadar melihat ataupun memegang Rossi.
Pertemuan terakhir saya dengan Rossi terjadi pada 3 November 2018 di MotoGP Malaysia. Ketika itu saya berada di bagian belakang garasi Movistar Yamaha, menunggu pertemuan yang terjadi antara Rossi dengan Rivaldy Elvans, bocah Indonesia yang sempat viral karena menjadi komentator cilik MotoGP.
Penonton dilarang masuk ke bagian belakang garasi. Hanya ada saya, dua rekan media lain, petugas keamanan, dan satu bocah asal Australia penggemar Jack Miller. Setelah menunggu cukup lama, ratusan penonton kemudian berteriak setelah melihat Rossi keluar dari garasi.
Rossi langsung menghampiri bocah asal Australia tersebut. Tidak lama berselang Rossi melihat ke arah saya. Mungkin Rossi berpikir saya meminta foto bersama, karena dia sempat satu melangkah berjalan ke arah saya, tapi kemudian berhenti sejenak dan melambaikan tangan ketika melihat saya mengambil gambar.
Pandemi Covid-19 membuat saya tidak bisa meliput aksi Rossi untuk kali terakhir sebagai pembalap MotoGP musim ini. Tapi dari tiga kali kesempatan meliput MotoGP dan bertemu langsung Rossi, saya bisa memahami kenapa orang-orang sangat mencintai Rossi.
Alasannya cukup mudah: karena Rossi sangat mudah untuk dicintai! Hal itu tercermin dari keberagaman penggemar Rossi di MotoGP, mulai dari anak kecil hingga kakek-nenek.
Meski sudah tidak pernah menjadi juara dunia sejak 2009 dan menang di MotoGP sejak 2017, Rossi masih tetap dicintai. Lautan orang yang memakai baju, topi, dan mengibarkan bendera kuning dengan logo 46 masih terlihat di setiap balapan. Bom asap selalu terlihat di tribune sebelum start berlangsung.
Sebagai penggemar Rossi, cukup sedih melihat karier The Doctor, dalam beberapa musim terakhir. Terutama musim ini. Rossi seakan-akan merusak warisan hebat di MotoGP yang sudah dia bangun secara susah payah sejak 1996.
Suara-suara sumbang bermunculan. Haters bermunculan. Tapi layaknya deret atlet hebat lain, legacy Rossi di MotoGP tidak akan pernah bisa dilupakan. Bahkan oleh haters sekalipun.
Kini kita hanya punya sembilan seri balapan untuk menyaksikan aksi Rossi di atas trek MotoGP sebelum pembalap 42 tahun itu pensiun.
Sembilan buah seri yang sangat berharga, karena belum tentu akan ada pembalap seperti Rossi di MotoGP dalam satu, dua, atau tiga dekade ke depan. Pembalap yang penuh karisma, talenta, prestasi, dan menghibur seperti Rossi.
Salut untuk Rossi!
(ptr)Salut dari Fanboy Rossi yang Sembunyi - CNN Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment